SMK2DPT Dukung Hak Angket DPT oleh DPR
06-05-2009 /
KOMISI III
Solidaritas Masyarakat Korban Kisruh Daftar Pemilih Tetap (SMK2DPT) mendukung inisiatif sejumlah anggota DPR yang mengajukan Hak Angket DPT
Pemilu Legislatif 2009.
Demikian dikatakan salah satu perwakilan SMK2DPT Hendrik Sirait saat melakukan pertemuan dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/5).
“Penyidikan atas kisruhnya data DPT melalui hak yang melekat pada DPR ini diharapkan akan membuka penyebab dari kekisruhan yang terjadi terkait dengan hilangnya hak pilih warga secara masif,â€kata Hendrik.
Ia menambahkan penyelidikan melalui hak angket ini diharapkan akan membuka secara menyeluruh apakah kisruh DPT semata-mata terjadi lantaran buruknya sistem kependudukan atau karena faktor kesengajaan.
Lebih lanjut menurutnya, dukungan yang diberikan karena SMK2DPT menilai langkah membentuk hak angket DPT sudah tepat, karena jalur hukum yang telah mereka tempuh seperti membentur tembok tebal.
Hal tersebut terbukti, jelas Hendrik, dimana ketika sekelompok warga Negara Indonesia yang menjadi korban kisruh DPT membuat pengaduan ke Mabes Polri melaui sentra Gakumdu (Penegakan Hukum Terpadu) pada Rabu 24 April lalu, “Pengaduan kami justru ditolak oleh pihak kepolisian, dan mereka berdalih bahwa laporan tersebut seharusnya disampaikan kepada Bawaslu,â€jelasnya.
Namun tambahnya, ketika tim kuasa hukum warga yakni Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Jakarta, melakukan pelaporan pemilu menggunakan pasal pidana umum (Pasal 262 KUHP tentang Pemalsuan), aparat kepolisian malah menyarankan pelapor untuk menyampaikan laporan ke Polda Metro Jaya, namun anehnya, ungkap Hendrik, aparat kepolisian tersebut secara implisit mengatakan kemungkinan besar laporan juga akan ditolak oleh Polda Metro Jaya.
Menurut Hendrik, penolakan Mabes Polri atas pengaduan masyarakat ini bertentangan dengan pernyataan Presiden SBY yang berkali-kali menegaskan agar semua pihak yang berkeberatan dengan hasil pemilu termasuk dalam soal kisruh DPT menggunakan jalur hukum sebagai mekanisme penyelesaian.
“Tenyata pernyataan Presiden SBY bertentangan dengan fakta dilapangan, aparan hukum yang berwewenang justru menutup ruang bagi warga yang mencoba menggunakan jalur hukum untuk menyelesaikan kasus yang dialaminya khususnya tentang DPT,â€tegasnya.
Jika dibandingkan dengan kasus pencemaran nama baik putra Presiden yakni Edi Baskoro, Hedrik menegaskan bahwa aparat kepolisian berlaku diskriminatif, laporan Edi Baskoro oleh aparat hukum dilaksanakan secara cepat dan tanggap dalam menetapkan tersangkan, namun disisi lain pengaduan masyarakat yang kehilangan hak pilihnya secara masal diabaikan.
Menaggapi hal tersebut, anggota Komisi III Arbab Paproeka mengatakan bahwa laporan SMK2DPT akan ditindaklanjuti dan ia meminta untuk diberikan data akurat mengenai jumlah orang yang kehilangan hak pilihnya, untuk diteruskan ke Panitia Angket DPT.(nt)